Perkembangan religiusitas pada usia anak
Religiusitas berkembang semenjak usia dini melalui proses perpaduan
antara potensi bawaan keagamaan dengan pengaruh dari luar manusia (Clark, 1958).
Proses perkembangan religiusitas melewati tiga periode, yaitu: periode anak,
remaja, dan dewasa. Penanaman nilai-nilai keagamaan nilai-nilai keagamaan
tentang konsep ketuhanan, ibadah dan nilai-nilai moral yang berlangsung
semenjak dini mampu membentuk religiusitas anak mengakar secara kuat dan
mempunyai pengaruh sepanjang hidup (Hurlock, 1978).
Teori perkekmbangan religiusitas menurut menurut Clark
ideas accepted on authority.
semua pengetahuan yang dimiliki anak datang dari luar dirinya terutama dari
orang tuanya. Semenjak lahir anak terbiasa menerima apa yang diasmpaikan orang
tuanya. Maka nilai-nilai agama yang diberikan akan mudah diterima dan melekat
pada diri anak.
Unreflective. anak menerima konsep keagamaan berdasar otoritas, pengetahuan yang
masuk pada usia awal dianggap suatu yang menyenangkan terutama yang dikemas
dalam bentuk cerita.
Egocentric. Mulai pada usia
satu tahun pada anak terkembang kesadaran keberadaan tentang dirinya. Dalam
proses pembentukan rasapentingnya keberadaan diri tumbuh egosentrisme, dimana
anak melihat lingkungan dengan berpusat pada kepentingan dirinya. Maka
pemahaman religiusitas anak juga didasarkan pada kepentingan diri tentang
masalah keagamaan.
Antropomorphic. Sifat
anak yang mengkaitkan keadaan sesuatu yang abstrak dengan manusia.
verbalized and retualistic. Perilaku keagamaan pada anak baik yang menyangkut ibadah maupun
moral baru bersifat lahiriyah, verbal, dan ritual tampa keinginan untuk
memahaminya.
Imitative. Sifat dasar anak dalam melakukan perilaku sehari-hari adalah
menirukan apa yang terserap dari lingkungannya.
spontaneous in some respect. Perhatian secara spontan
terhadap masalah agama yang bersifat abstrak.
Wondering. Rasa takjub
yang menimbulkan rasa gembira dan heran terhadap dunia baru yang terbuka
didepannya.
Reliogiositas anak adalah hasil
dari suatu proses perkembangan yang berkesinambingan dari lahir sampai
menjelang usia remaja. Dalam proses tersebut ada faktor internal maupun
eksternal yang ikut berperan, diantaranya yaitu:
Peran perkembangan kognisi. Konsep tentang nilai-nilai keagamaan
yang digunakan sebagai dasar pembentukan religiusitas masuk dalam diri anak
melalui kemampuan kognisi. Kognisi dipahami sebagai kemampuan mengamati dan
menyerap pengetahuan dan pengalaman dari luar diri individu.
Peran hubungan orang tua dengan anak. Orang tua sebagai sosok yang
terdekat dengan anak selslu membimbing dan mengembangkan potensi religiusitas
pada diri anak.
Peran consciense, guilt and shame dalam perkembangan religiusitas.
Consciense (kata-hati), guilt (rasa bersalah), dan shame (rasa-malu) adalah
keadaan jiwa yang saling berurutan. Conscience adalah kemampuan untuk mengerti
tentang apa yang benar dan salah, apa yang baik dan apa yang buruk. Shame
adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap pernilaian negatif dari
orang lain pada dirinya(Harlock, 1978).
Peran interaksi sosial dalam perkembangan religiusitas anak.
Interaksi sosisal adalah kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan
diluar rumah, seperti dengan teman sebaya dan kawan sekolah.peranan ini juga
penting bagi perkembangan religiusitas, karena melaui sosial anak akan mengetahui apakah perilakunya yang telah
terbentuk dari keluarga dapat diterima atau ditolak oleh lingkunganya.
Interaksi sosial menimbulkan motivasi anak untuk berperilaku seperti apa yang
diterima oleh lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar