Rabu, 11 Januari 2012

Psikologi Agama


Perkembangan religiusitas pada usia anak

Religiusitas berkembang semenjak usia dini melalui proses perpaduan antara potensi bawaan keagamaan dengan pengaruh dari luar manusia (Clark, 1958). Proses perkembangan religiusitas melewati tiga periode, yaitu: periode anak, remaja, dan dewasa. Penanaman nilai-nilai keagamaan nilai-nilai keagamaan tentang konsep ketuhanan, ibadah dan nilai-nilai moral yang berlangsung semenjak dini mampu membentuk religiusitas anak mengakar secara kuat dan mempunyai pengaruh sepanjang hidup (Hurlock, 1978).
Teori perkekmbangan religiusitas menurut menurut Clark
ideas accepted on authority. semua pengetahuan yang dimiliki anak datang dari luar dirinya terutama dari orang tuanya. Semenjak lahir anak terbiasa menerima apa yang diasmpaikan orang tuanya. Maka nilai-nilai agama yang diberikan akan mudah diterima dan melekat pada diri anak.
Unreflective. anak menerima konsep keagamaan berdasar otoritas, pengetahuan yang masuk pada usia awal dianggap suatu yang menyenangkan terutama yang dikemas dalam bentuk cerita.
Egocentric. Mulai pada usia satu tahun pada anak terkembang kesadaran keberadaan tentang dirinya. Dalam proses pembentukan rasapentingnya keberadaan diri tumbuh egosentrisme, dimana anak melihat lingkungan dengan berpusat pada kepentingan dirinya. Maka pemahaman religiusitas anak juga didasarkan pada kepentingan diri tentang masalah keagamaan.
Antropomorphic.  Sifat anak yang mengkaitkan keadaan sesuatu yang abstrak dengan manusia.
verbalized and retualistic. Perilaku keagamaan pada anak baik yang menyangkut ibadah maupun moral baru bersifat lahiriyah, verbal, dan ritual tampa keinginan untuk memahaminya.
Imitative. Sifat dasar anak dalam melakukan perilaku sehari-hari adalah menirukan apa yang terserap dari lingkungannya.
spontaneous in some respect. Perhatian  secara spontan terhadap masalah agama yang bersifat abstrak.
Wondering. Rasa takjub yang menimbulkan rasa gembira dan heran terhadap dunia baru yang terbuka didepannya.
Reliogiositas anak adalah  hasil dari suatu proses perkembangan yang berkesinambingan dari lahir sampai menjelang usia remaja. Dalam proses tersebut ada faktor internal maupun eksternal yang ikut berperan, diantaranya yaitu:
Peran perkembangan kognisi. Konsep tentang nilai-nilai keagamaan yang digunakan sebagai dasar pembentukan religiusitas masuk dalam diri anak melalui kemampuan kognisi. Kognisi dipahami sebagai kemampuan mengamati dan menyerap pengetahuan dan pengalaman dari luar diri individu.
Peran hubungan orang tua dengan anak. Orang tua sebagai sosok yang terdekat dengan anak selslu membimbing dan mengembangkan potensi religiusitas pada diri anak.
Peran consciense, guilt and shame dalam perkembangan religiusitas. Consciense (kata-hati), guilt (rasa bersalah), dan shame (rasa-malu) adalah keadaan jiwa yang saling berurutan. Conscience adalah kemampuan untuk mengerti tentang apa yang benar dan salah, apa yang baik dan apa yang buruk. Shame adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap pernilaian negatif dari orang lain pada dirinya(Harlock, 1978).
Peran interaksi sosial dalam perkembangan religiusitas anak. Interaksi sosisal adalah kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan diluar rumah, seperti dengan teman sebaya dan kawan sekolah.peranan ini juga penting bagi perkembangan religiusitas, karena melaui sosial anak akan   mengetahui apakah perilakunya yang telah terbentuk dari keluarga dapat diterima atau ditolak oleh lingkunganya. Interaksi sosial menimbulkan motivasi anak untuk berperilaku seperti apa yang diterima oleh lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar