Hakekat Mempelajari Sains
Tuhan mempersilahkan manusia untuk
memikirkan alam semesta berikut isinya dan segala konteksnya. Kecuali jangan
pernah memikirkan Dzat Tuhan, karena alam pikiran manusia tidak akan pernah
mencapainya. Hal ini adalah sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits Nabi:
“Pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan memikirkan Dzat Allah, sebab kamu tak
akan mampu mencapaiNya”.
Bahkan dalam QS Ar Rahmaan Ayat 33,
Tuhan berfirman: “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan“.
Apa yang disabdakan Nabi dan yang
difirmankan Tuhan ini memberikan kesempatan kepada manusia untuk melakukan
pemikiran dan eksplorasi terhadap alam semesta. Upaya penaklukan ruang angkasa
harus dilihat sebagai suatu ibadah manusia yang ditujukan selain untuk memahami
rahasia alam, juga demi masa depan kehidupan manusia. Pencarian ilmu bagi
manusia agamis adalah kewajiban sebagai bentuk eksistensi keberadaannya di alam
semesta ini. Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala dan memperkaya bahan
pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan wawasan, pandangan serta
kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada obyektivitas,
kebenaran dan realita. Ilmu yang benar dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan
kebenaran dalam berbagai bentuk.
Orang yang berilmu melebihi dari
orang yang banyak ibadah. Ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi
pemiliknya, tetapi ia membias ke orang lain yang mendengarkannya atau yang
membaca karya tulisnya. Sementara itu, ibadah manfaatnya terbatas hanya pada
sipelakunya.
Ilmu dan pengaruhnya tetap abadi dan
lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa
ribu tahun. Tetapi pahala yang diberikan pada peribadahan seseorang, akan
segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan ibadah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar